BAB
1
A.
Pendahuluan
Agama Hindu adalah salah satu agama yang berasal
dari India yang mana agama tersebut bermula dari pertemuan antara suku Arya dan
suku Dravida. Suku Arya adalah suku/kelompok manusia yang hidupnya selalu
berpindah-pindah (Nomaden), sedangkan suku Dravida adalah suku asli di India,
kedua suku tersebut bertemu disuatu lembah/sungai yang dinamai sungai Shindu.
Pertemuan
kedua suku tersebut mengakibatkan sebuah konflik peperangan antara kedua suku tersebut,
karena suku Arya adalah suku yang Nomaden maka suku Dravida dikalahkannya yang
akhirnya menimbulkan akulturasi. Dari akulturasi tersebut menghasilkan sebuah
kepercayaan yang disebut dengan Hindu, kata Hindu sendiri di ambil dari sebuah
sungai di India yaitu sungai Shindu.
Di dalam sejarah Agama Hindu terbegi menjadi tiga
priode, yaitu: pada masa Weda, masa Brahmana, dan masa Upanisad. [1]Dalam
tiga priode tersebut mereka mempunyai konsep ketuhanan yang berda-beda.
Agama Hindu memiiki konsep ketuhanan yang disebut
dengan “Trimurti”, Pada awalnya agama ini belum memiliki konsep ketuhanan
tersebut, karena awal agama ini mereka masih menganut sistem kepercayaan
“animism” dan “dinamisme”.
Sama halnya dengan agama lain, agama Hindu pun
mereka mempunyai ritual-ritual sembahyang yang mereka lakukan di dalam kehidupan
mereka sebagai umat Hindu, mereka menganggap sembahyang mereka tersebut adalah
sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa (Brahman).
Praktek ritus yang dilakukan umat Hindu seperti
sembahyang adalah suatu persembahan mereka/penghormatan mereka kepada zat yang
maha besar yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
BAB
2
B.
PENJELASAN
a.
AJARAN HINDU
DHARMA TENTANG KETUHANAN
Para sejarawan membagi sejarah
Hindu menjadi tiga zaman yaitu:
1.
Zaman Weda
2.
Zaman
Brahmana
3.
Zaman
Upanisad
Dalam tiap-tiap priode ini memiliki konsep-konsep
keberagamaan yang berbeda seperti konsep ketuhanan, ritual-ritual, dan juga
pemikiran-pemikiran mereka yang semakin lama semakin berkembang.
Zaman ini dinamakan weda karena kitab suci mereka
adalah kitab Weda yang disampaikan Tuhan kepada para Rsi. Pada waktu ini kitab
Weda yang menjadi pegangan umat Hindu yang mendominasi bagi kehidupan mereka,
maka pada zaman ini disebut dengan Zaman Weda.
Di zaman Weda ini umat Hindu masih memiliki
kepercayaan animisme dan dinamisme yang mereka konsepkan sebagai Dewa, karena
hal ini adalah awal dari agama Hindu yang masih terkontaminasi dengan
kepercayaan-kepercayaan terdahulu mereka.[2]
Umat Hindu di zaman ini mereka memiliki banyak
Dewa, akan tetapi mereka tidak menyembah kepada semua Dewa melainkan kepada
dewa yang mereka butuhkan saja. [3]Contoh
: seorang petani, maka ia akan menyembah Dewa hujan agar tanamannya tidak
kekeringan, dan juga ia menyembah Dewa matahari, badai, karena agar
tanaman-tanamannya tidak dirusak.
Keunikan pada zaman ini adalah mereka juga menyembah
kepada roh jahat dengan maksud agar mereka agar tidak marah dan merusak.
Pada zaman yang kedua yaitu zaman Brahmana, kata
Brahmana ini adalah kasta tertinggi yang ada di agama Hindu yaitu kaum pendeta,
hanya merekalah yang diperkenankan mempelajari kitab Weda sedangakan
kasta-kasta lain tidak boleh. Di zaman ini kaum Brahmana sangat berperan
penting dalam acara ritual keagamaan seperti ritual korban, pada ritual
tersebut seseorang yang ingin berkorban haruslah dengan kaum Brahmana, karena
ia adalah sebagai jembatan antara manusia dengan Tuhan.
Di zaman ini baru muncul konsep “Trimurti”. Yang
mana trimurti tersebut menjelaskan tentang peran-peran Tuhan yang maha kuasa.
Pada konsep tersebut Tuhan terbagi menjadi tiga yaitu:
1.
Dewa Brahman
adalah memiliki peran sebagai pencipta, segala sesuatu yang ada di muka bumi
ini tidak lain dari ciptaan Dewa Brahman.
2.
Dewa Wisnu
adalah Dewa yang berperan sebagai pemelihara/pelindung alam.
3.
Dewa Siwa
adalah Dewa yang berperan sebagai pelebur alam.
Ketiga peran tersebut yang dinamai “Trimurti”.
Pada masa ini Tuhan tidak lagi berperan sebagai yang maha kuasa, karena di masa
ini Tuhan dipaksa untuk mengabulkan permohonan-permohonan hambanya, dengan cara
korban. Semakin besar korban yang diberikan maka semakain tidak berdayanya
Tuhan.[4]
Pada zaman Brahmana tersebut terjadilah konflik
atas ketidak setujuan adanya sistem kasta, yang mana hanya kaum Brahmana saja
yang dapat mempelajari kitab suci Weda, dan konflik tersebut di dasari pula
dengan ketidak setujuan kepada kaum Brahmana yang merauk keuntungan setiap kali
diadakannya ritual korban, karena yang ingin melaksanakan korban harus membayar
uang kepada kaum Brahmana. Dari situlah muncul konflik yang kemudian beralih ke
zaman Upanisad.
Pada zaman Upanisad ini sudah banyak sekali
perbedaan-perbedaan yang menonjol,
seperti semua umat Hindu sudah dapat mempelajari kitab Weda tanpa harus
berkasta Brahmana, ritual-ritual korban, dan juga pada zaman ini umat Hindu
telah memiliki perkembangan terutama dari pemikiran mereka yang semakin
berkembang.
Perkembangan Filsafat Hindu yang memunculkan pada
era ini yang menimbulkan banyak sekali perubahan pada umat Hindu.[5]
Sad Darsana adalah Filsafat Hindu yang terdiri
dari enam dasar tentang kebenaran yaitu:
1.
Filsafat Samkhya
2.
Filsafat Yoga
3.
Filsafat
Mimamsa
4.
Filsafat
Nyaya
5.
Filsafat
Vaisiseka
6.
Filsafat
Vedanta
Tuhan umat Hindu di Indonesia sering kali disebut
dengan “Sang Hyang Widhi Wasa” yang berarti “yang maha kuasa” yang telah
menciptakan alam dan seisinya.
Hindu di Indonesia mempertahankan prinsip-prinsip
Hinduisme dan Buddhaisme, sehingga dewa-dewa yang mereka sembah tidak lain
hanya berpusat pada Trimurti/ di Indonesia disebut dengan Trisakti yang
mencakup Dewa Brahman, Wisnu, dan Siwa.
Umat Hindu mereka sering kali disebut sebagai
politeisme, karena menyembah banyak dewa, akan tetapi sesungguhnya mereka
bukanlah politeisme lebih tepatnya panteisme yaitu menyembah banyak dewa tetapi
ada salah satu yang dibesarkan.
Definisi tuhan dan dewa menurut umat Hindu itu
berbeda Tuhan/Sang Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan yang maha esa, Tuhan sang
pencipta, dan Tuhan yang tiada bandingnya, sedangkan dewa yang dimaksud umat
Hindu itu adalah bagian-bagian dari Tuhan Brahman/Sang Hyang Widhi Wasa, maka
dari itu mereka pun menyembahnya karena dewa-dewa tersebut adalah jelmaan dari
Tuhan yang maha esa.
b.
TRIMURTI
Konsep Trimurti ini baru muncul setelah umat Hindu
memiliki perkembangan pemikiran yang disebutkan oleh sejarawan pada zaman
Brahmana, Trimurti adalah tiga kekuatan Brahman yang terdiri dari :
1.
Brahman,
adalah Tuhan yang berfungsi sebagai pencipta alam, yang disebut dalam Bahasa
sansekerta “Utpatti”
2.
Wisnu, adalah
Tuhan yang berfungsi sebagi pemelihara, yang disebut dalam Bahasa sansekerta
“Sthiti”
3.
Siwa, adalah
Tuhan yang berfungsi sebagai pelebur/penghancur.
Umat Hindu mempercayai Tuhan yang maha esa dengan
ajaran mereka tentang “Tripramana” yang terdiri dari tiga bagian yaitu:[6]
1)
Pratyaksa pramana ialah cara untuk melihat Tuhan dengan langsung, cara
ini hanyalah dapat digunakan oleh orang-orang suci saja, karena mustahil jika
orang awam dapat melihat Tuhan/Sang Hyang Widhi Wasa secara langsung.
2) Anumana pramana ialah melihat Tuhan dengan cara menganalisa saja, walaupun
Tuhan yang dibayangkan bukanlah Tuhan yang sesungguhnya, tetapi dengan melihat
alam semesta ini pastinya mereka beranggapan bahwasanya Tuhan itu maha kuasa.
3) Agama pramana ialah dengan cara mempercayai isi pustaka suci Agama Hindu. Umpamanya kitab suci
Upanisad menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah “telinga dari semua telinga;
pikiran dari semua pikiran; ucapan dari segala ucapan; nafas dari segala nafas;
mata dari segala mata”.
c.
SEMBAHYANG
Kata “sembahyang” berasal dri bahasa Jawa Kuno. Sembah di sini berarti menyayangi,
menghormati, memohon, menyerahkan diri dan menyatukan diri. Sedangkan kata
Hyang artinya “suci”. Jadi kata seembahyang berarti menyembah yang suci untuk mnyerahkan
diri pada yang hakekatnya lebih tinggi yaitu Tuhan.
Salah satu dari ritual ini yaitu upacara piodalan. Upacara ini dilakukan
dengan cara membagikan air suci atau thirta yang diawali dengan memercikan pada
bagian kepala sebanyak tiga kali , air suci ddi minum tiga kali, serta air suci
digunakan untuk membersihkan muka sebagai kesucian dan anugrah Ida sang Hyang
Widhi Wasa juga dibasuhkn tiga kali padda bagian muka. Terakhir adalah nunas
sekar disertai ucapan ‘Ong Kasumaduhadi jaya nama swaha’ yang maknanya anugrah
dari sang Hyang widhi wasa.
Kata sembahyang dalam agama hindu yaitu sebuah
sebutan konsep ritual penyembahaan kepada tuhannya .
Urutan sembahyang :
– Sembah puyung (sembah tangan kosong)
– Menyembah sanghyang widhi
sebagai sang hyang Aditya
Sarana : bunga
– Menyembah tuhan sebagai ista
Dewata pada hari dan tempat persembahyangan.
Sarana : kawangen
– Menyembah tuhan sebagai
pemberi anugrah.
Sarana : bunga
Sarana : bunga
Melakukan perseembahyangan umumnya
umat Hindu Bali menggunakan berbagai sarana untuk memantapkan hatinya dalam
melakukan perseembahyangan. Sarana itu ada berupa bunga, buah, daun, api, dan
juga thirta.
Dan makna dari sarana tersebut adalah:
1.
Bungan, melambangkan ketulusan dan keikhlasan yang suci dalam pikiran. Dan
biasanya disimbolkan dengan dewa Siwa sebagai sarana persembahyangannya.
2.
Canang, melambangkan penghormatan, karena benda yang bernilai tinggi.
3.
Kawagen, yaitu harum-haruman yang menyimbolkan untuk mengharumkan nama
Tuhan.
4. Api, Melambangkan sumber
kehidupan dewa Brahma yang menerangi dan dharma-dharmanya membaka.
5. Tirta, yaitu sebagai air suci,
yang menyimbolkan membersihkan diri dari kekotoran pikiran.
6. Bija, yaitu berupa beras, abu
suci, yang melambangkan sebagai benih kehidupan yang suci.
7. Mantra, yaitu syair-syair yang
terdapat di dalam Weda Sruti yang di yakini sebagai perkataan Tuhan. Mantra ini
bertujuan agar melindungi pikiran dari hal-hal yang buruk.
Tujuan dari sembahyang yaitu
sebagai pendidikan kita untuk memiliki sifat ihklas. Ihklas pada akikat nya
merupakan kebutuhan jiwa manusia. Karena apapun yang ada pada diri kita tidak
ada yang kekal, semua satu persatu atau bersama-sama akan pergi terpisah dengan
diri kita.
Karena pada hakikatnya semua manusia akan mati dan
semua yang kita cintai : istri, anak-anak, ayah, ibu, saudara, sahabat,
pimpinan yang baik, orang-orang yanh kita kagumi seperti guru, pendeta yang
suci, cepat atau lambat juga akan berpisah dengan kita dan meninggalkan kita,
maka dari itu kita di ajarkan untuk bernuat ikhlas di dalam sembahyang ini.
Sembahyang pun berfungsi
sebagai penentraman jiwa. Jiwa yang tentram adalah jiwa yang terlepas dari
cemas, gelisah, bingung, ragu-ragu dan kecewa. Nilai-nilai spiritual dan
nilai-nilai material hanya akan dapat dirumbuhkan oleh manusia yang berjiwa
tentram.
Persembahyangan dilakukan dengan beberapa sikap yang
dalam agama Hindu disebut Asana, ada beberapa bentuk asana yang dipergunakan
untuk melakukan desembahyang. Ada seembahyang yang dilakukan dengan duduk, ada
dengan berdiri seperti didalam kelas bagi siswa dalam melakukan Tri sandhaya.
Sikap duduk ada beberapa bentuk seperti padmasana. Yaitu sikap seembahyang yang duduk seperti teratai. Asana
ini dilakukan dengan menempatkan kaki kanan diatas paha kiri dan kaki kiri di
atas paha kanan, tulang punggung sampai kepala menjadi satu garis tegak,
sekujur tubuh dilemaskan.
Sembahyang pun sebagai suatu cara untuk mengatasi
perbudakan materi, karena di dalam sembahyang kita diajarkan untuk ihklas,
dermawan, dan juga untuk saling berbagi dari sebagian harta yang kita punya
kepada orang-orang yang membutuhkan.
Sembahyang dapat menumbuhkan cinta kita kepada Tuhan,
karena pada hakikatnya jiwa kita ini adalah milik Tuhan dan kita pun adalah
sebagian dari Tuhan yang pada akhirnya kita akan kembali kepada Tuhan.
BAB 3
C.
PENUTUP
KESIMPULAN
Tuhan dalam agama Hindu itu esa, ia adalah Sang Hyang Widhi Wasa yang maha
kuasa dan maha segalanya, sedangkan Dewa dalam Hindu pun diyakini sebagai
penjelmaan dari Tuhan Sang Hyang Widhi Wasa/Brahma.
Walaupun
pada setiap zaman berbeda tetapi intinya umat Hindu itu mempercayai bahwasanya
ada zat yang maha besar yang mereka sebut dengan Brahma/Sanghyang Widhi Wasa.
Sedangkan
konsep peran Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur yang disebut
dengan Trimurti/Trisakti, menurut sejarawan baru muncul pada zaman Brahmana
karena pada saat itu Hindu telah memiliki perkembangan di dalam pemikirannya,
yang menimbulkan adanya tiga peran Tuhan.
Sembahyang
adalah ritual atau upacara keagamaan, yang bertujuan untuk menyembah atau
tunduk kepada zat yang maha besar, sebagai penghormatan kita kepada Tuhan.
Sembahyang
pun memiliki banyak fungsi seperti melatih kita agar ikhlas, saling membantu
dan memberi, menumbuhkan rasa cinta kepada Tuhan, dan agar lebih dekat dan
pasrah diri kepada Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
HM. Menguak Misteri Ajaran
Agama-agama Besar. Jakarta: PT Golden Trayon Press. 2004
C. Zaehner, R. Hinduism . Inggris: Oxford University Press. 1966
M Hopfe,
Lewis. Religions of the World. America: Macmillan Publishing Company.
1991
Smith, Huston. Agama-agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. 1985
Swarbodhi Harsa. Upamana-praman Buddha Dharma. Medan: Yayasan Perguruan budaya.1980
[1]
. Huston Smith, Agama-agama
Manusia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985), hal. 17
[2]
. Lewis M Hopfe, Religions of
the World (America: Macmillan Publishing Company, 1991) cet. 5, hal. 92
[3]
. HM. Arifin, Menguak Misteri
Ajaran Agama-agama Besar (Jakarta: PT Golden Trayon Press, 2004) hal. 59
[4]
. Ibid, hal. 63
[5]
. R.C. Zaehner, Hinduism
(Inggris: Oxford University Press, 1966), hal. 51
[6]
. Harsa
Swarbodhi. Upamana-praman Buddha Dharma & Hindu Dharma Analogi
falsafat-Etika-Puja Buddha Dharma dan Hindu Dhrma (Medan:Yayasan Perguruan budaya, 1980) hal. 53-54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar